BAB I
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
HUKUM ACARA PERADILAN TINDAK PIDANA KHUSUS
A. Pengertian
Tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana di luar KUHP yang berlaku untuk bidang-bidang khusus atau orang-orang tertentu, seperti hukum pidana militer, hukum pidana fiskal dan hukum pidana ekonomi serta tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana diluar KUHP, khususnya bagi jenis-jenis dan bentuk-bentuk tindak pidana yang pelaku dan dampaknya bersifat khusus, seperti tindak pidana korupsi, tindak mpidana terorisme.
B. Ruang Lingkup dan Objek Studi
Ketentuan perundang-undangan pidana diluar KUHP mengatur lain dari yang ditentukan KUHP sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali (Aturan khusus, menyampingkan aturan umum).
Ketentuan dalam pasal 103 KUHP mempunyai peranan dalam pembahasan perundang-undangan pidana di luar KUHP, karena ketentuan pasal inilah yang menjadi landaan hukum peraturan-peraturan pidana di luar KHUP. Sedangkan KUHP merupakan satu kodifikasi yang bertujuan untuk menghimpun bidang hukum pidana materiil dalam satu kitab secara sistematis dan lengkap.
Tindak pidana khusus berlaku untuk bidang khusus atau orang-orang tertentu, seperti Hukum Pidana Militer, Hukum Pidana Fiskal dan Hukum Pidana Ekonomi, atau tindak pidana khusus (tertentu) sebagaimana diatur dalam Buku II dan Buku III KUHP; ataupun tindak pidana khusus sebagaimana diatur dalam Buku II dan Buku III KUHP, ataupun tindak pidana khusus sebagaimana diatur dalam perundang-undangan pidana diluar KUHP sesuai perkembangan dan kebutuhan hukum yang tidak dapat diakomodasi dalam kodifikasi (KUHP).
Tujuan utama perundang-undangan pidana di luar KUHP adalah untuk mengantisipasi masalah-masalah hukum yang mungkin timbul pada masa yang akan datang sesuai kebutuhan hukum masyarakat, yaitu tindak pidana yang dari waktu ke waktu mengalami peningkatan secara kualitas maupun kuantitas sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kekhususan lainnya dari tindak pidana khusus tersebut adalah sebagai berikut :
- Pertama, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan non konvensional.
- Kedua, tindak pidana pencucian uang merupakan dampak langsung dari korupsi.
- Ketiga, tindak pidana narkotika tidak berbeda jauh dengan tindak pidana korupsi.
- Keempat, tindak pidana terorisme berbeda dengan tindak pidana korupsi. Pelaku memiliki jaringan di dalam dan luar negeri sangat kuat dan yang menjadi landasan dasarnya adalah keyakinan bukan kekuasaan. Mereka mempunyai keahlian serta pembekalan sebelum melakukan aksinya yang diperoleh dengan cara melakukan pencurian atau perampokan terhadap lembaga keuangan, toko emas, swalayan maupun pompa bensin.
C. Tujuan Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan TP Khusus
Berdasarkan dampak yang ditimbulkan kejahatan tersebut, terdapat empat tindak pidana khusus yang dijadikan materi utama dalam mata kuliah ini, yaitu tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana narkotika dan tindak pidana terorisme. Dari keempat tindak pidana tersebut, bila ditelusuri seluk beluknya terdapat hubungan yang sangat erat (korelasional) antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana lainnya.
D. Pembahasan Materi
Pertama, Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kedua, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang, Ketiga, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Keempat, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang serta Undang-undang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada Peristiwa Boom di Bali tanggal 12 Oktober 2002 menjadi Undang-undang.
Pembahasan materi dalam mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tindak Pidana Khusus tersebut yang terdiri dari tindak pidana korupsi, tindak pidana pencurian uang (money laundering) tindak pidana narkotika dan tindak pidana terorisme akan dilakukan secara berkesinambungan sesuai perkembangan dan perubahan masyarakat pada era global maupun perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi.
BAB II
TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Pengertian dan Istilah
Korupsi adalah kejahatan yang selalu mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, baik secara kualitas maupun kuantitas. Meningkatnya kejahatan korupsi tersebut, terjadi sering dengan meningkatnya kemajuan dan kemakmuransuatu bangsa.
Perkembangan tindak pidana korupsi dilihat dari sisi kuantitas dan kualitas di Indonesia tidak lagi merupakan kejahatan biasa (ordinary crimes), tetapi sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary crie). Menurut Moh. Hatta, tindak pidana korupsi saat ini bukan lagi merupakan luar biasa (extra ordinary crime) tetapi sudah menjadi crime against humanity (kejahatan kemanusiaan) yang sangat membahayakan.
Korupsi berasal dari bahasa latin “corruptio” yang artinya kerusakan atau kebobrokan”.
Korupsi adalah perbuatan mengambil uang negara yang dilakukan tanpa kekerasan seperti pencurian.
Korupsi tidak lagi dilakukan secara individual-tradisional tapi komunal profesional dari penentuan proyek hingga penyusunan anggaran. Penyebab utama korupsi adalah nafsu hidup mewah dan memenuhi belanja kemewahan, mereka terpikat dengan urusan korupsi.
B. Sejarah Perundang-undangan Tindak Pidana Korupsi
Peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Peraturan Penguasa Militer Nomor Prt/PM/06/1957 tanggal 9 April 1957 tentang Pemberantasan Korupsi yang mengambilalih ketentuan pasal-pasal dalam KUHP terkait dengan perubahan-perubahan korupsi yang terdapat dalam Wetbek van Strafrecht.
2. Peraturan Penguasa Militer Nomor Prt/PM/08/1957 tanggal 27 Mei 1957 tentang Pemilikan Harta Benda sebagai pelengkap peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi yang sudah ada sebelumnya.
3. Peraturan Penguasaan Militer Nomor Prt/011/1957 tanggal 1 Juli 1957 tentang Penyitaan dan Perampasan Harta Benda yang Asal Mulanya diperoleh dengan Perbuatan yang Melawan Hukum.
4. Peraturan Penguasaan Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Prt/Peperpu/013/1958 tanggal 1s6 April 1958 dan peraturan pelaksanaannya serta Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Prt/ZI/1/7 tanggal 17 April 1958.
5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi yang mengambilalih Peraturan Perang Pusat tanggal 9 Juli 1960.
6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
7. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
8. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk menggantikan undang-undang sebelumnya.
9. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
10. Konsep RUU-UUPTPK 2008 untuk menggantikan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi dan Undang-undang Korupsi yang ada sejak Orde Lama sampai Orde Reformasi sekarang merupakan perubahan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan sebelumnya yang sumber utamanya adalah KUHP. Sedangkan Konsep RUU-PTPK Tahun 2008 telah mengalami perluasan sesuai perkembangan internasional, yaitu konvensi Internasinal seperti Konvensi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) Antikorupsi 2003 (United Natins Convention Againts Coruption 2003), dimana korupsi dapat merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, etika dan keadilan.
C. Penanganan Tindak Pidana Korupsi
Pertama, jalur kepolisian, di mana kepolisian hanya terbatas pada tingkat penyelidikan dan penyidikan. Apabila penyidikan sudah dianggap selesai dan dibuat BAP disertai bukti-bukti yang sah serta menurut penilaian Jaksa Penuntut Umum (JPU) berkas perkara sudah dianggap lengkap, pihak kepolisian melimpahkan berkas perkara kepada JPU dan JPU melimpahkan ke pengadilan untuk diperiksa dan diputus.
Kedua, jalur kejaksaan, yaitu sebagai penyidik dan penuntut umum.
Ketiga, jalur KPK, dimana KPK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari pengaruh pihak mana pun yang mempunyai fungsi penyelidikan, penyidikan serta penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Dalam hal KPK menerima laporan masyarakat tntang adanya dugaan tindak pidana korupsi, baik pada institusi pemerintah atau swasta komisi ini mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
1. Penyelidikan dan Penyidikan
Penyelidikan perkara tindak pidana korupsi dilakukan selain adanya laporan atau pengaduan diikuti dengan informasi awal yang diperoleh dari Menteri, Irjen, Bawasda, Itwilprop, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Aparat Inteljen.
2. Penuntutan dan Pemeriksaan Sidang Pengadilan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ini merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum dan pengadilan satu-satunya yang memiliki kewenangan mengadili perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya dilakukan oleh penuntut umum.
Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) telah mengatur kedudukan dan tempat kedudukan serta kewenangan Pengadilan Tipikor.
Dalam BAB VI undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor diatur Hukum Acara Bagian Kesatu Umum, Penetapan hari sidang dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan sebagai berikut : Pasal 25, Pasal 27, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32.
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, maka perkara tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau yang sedang diperiksa pada setiap tingkat pemeriksaan, tetap diperiksa dan diadili sampai perkara tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa oleh pengadilan negeri atau sedang diperiksa pada setiap tingkat pemeriksaan, tetap diperiksa dan diadili sampai perkara tindak pidana korupsi tersebut diputus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
HUKUM ACARA PERADILAN TINDAK PIDANA KHUSUS
A. Pengertian
Tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana di luar KUHP yang berlaku untuk bidang-bidang khusus atau orang-orang tertentu, seperti hukum pidana militer, hukum pidana fiskal dan hukum pidana ekonomi serta tindak pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana diluar KUHP, khususnya bagi jenis-jenis dan bentuk-bentuk tindak pidana yang pelaku dan dampaknya bersifat khusus, seperti tindak pidana korupsi, tindak mpidana terorisme.
B. Ruang Lingkup dan Objek Studi
Ketentuan perundang-undangan pidana diluar KUHP mengatur lain dari yang ditentukan KUHP sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali (Aturan khusus, menyampingkan aturan umum).
Ketentuan dalam pasal 103 KUHP mempunyai peranan dalam pembahasan perundang-undangan pidana di luar KUHP, karena ketentuan pasal inilah yang menjadi landaan hukum peraturan-peraturan pidana di luar KHUP. Sedangkan KUHP merupakan satu kodifikasi yang bertujuan untuk menghimpun bidang hukum pidana materiil dalam satu kitab secara sistematis dan lengkap.
Tindak pidana khusus berlaku untuk bidang khusus atau orang-orang tertentu, seperti Hukum Pidana Militer, Hukum Pidana Fiskal dan Hukum Pidana Ekonomi, atau tindak pidana khusus (tertentu) sebagaimana diatur dalam Buku II dan Buku III KUHP; ataupun tindak pidana khusus sebagaimana diatur dalam Buku II dan Buku III KUHP, ataupun tindak pidana khusus sebagaimana diatur dalam perundang-undangan pidana diluar KUHP sesuai perkembangan dan kebutuhan hukum yang tidak dapat diakomodasi dalam kodifikasi (KUHP).
Tujuan utama perundang-undangan pidana di luar KUHP adalah untuk mengantisipasi masalah-masalah hukum yang mungkin timbul pada masa yang akan datang sesuai kebutuhan hukum masyarakat, yaitu tindak pidana yang dari waktu ke waktu mengalami peningkatan secara kualitas maupun kuantitas sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kekhususan lainnya dari tindak pidana khusus tersebut adalah sebagai berikut :
- Pertama, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan non konvensional.
- Kedua, tindak pidana pencucian uang merupakan dampak langsung dari korupsi.
- Ketiga, tindak pidana narkotika tidak berbeda jauh dengan tindak pidana korupsi.
- Keempat, tindak pidana terorisme berbeda dengan tindak pidana korupsi. Pelaku memiliki jaringan di dalam dan luar negeri sangat kuat dan yang menjadi landasan dasarnya adalah keyakinan bukan kekuasaan. Mereka mempunyai keahlian serta pembekalan sebelum melakukan aksinya yang diperoleh dengan cara melakukan pencurian atau perampokan terhadap lembaga keuangan, toko emas, swalayan maupun pompa bensin.
C. Tujuan Mata Kuliah Hukum Acara Peradilan TP Khusus
Berdasarkan dampak yang ditimbulkan kejahatan tersebut, terdapat empat tindak pidana khusus yang dijadikan materi utama dalam mata kuliah ini, yaitu tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana narkotika dan tindak pidana terorisme. Dari keempat tindak pidana tersebut, bila ditelusuri seluk beluknya terdapat hubungan yang sangat erat (korelasional) antara tindak pidana yang satu dengan tindak pidana lainnya.
D. Pembahasan Materi
Pertama, Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kedua, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang, Ketiga, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Keempat, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-undang serta Undang-undang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada Peristiwa Boom di Bali tanggal 12 Oktober 2002 menjadi Undang-undang.
Pembahasan materi dalam mata kuliah Hukum Acara Peradilan Tindak Pidana Khusus tersebut yang terdiri dari tindak pidana korupsi, tindak pidana pencurian uang (money laundering) tindak pidana narkotika dan tindak pidana terorisme akan dilakukan secara berkesinambungan sesuai perkembangan dan perubahan masyarakat pada era global maupun perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi.
BAB II
TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Pengertian dan Istilah
Korupsi adalah kejahatan yang selalu mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, baik secara kualitas maupun kuantitas. Meningkatnya kejahatan korupsi tersebut, terjadi sering dengan meningkatnya kemajuan dan kemakmuransuatu bangsa.
Perkembangan tindak pidana korupsi dilihat dari sisi kuantitas dan kualitas di Indonesia tidak lagi merupakan kejahatan biasa (ordinary crimes), tetapi sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary crie). Menurut Moh. Hatta, tindak pidana korupsi saat ini bukan lagi merupakan luar biasa (extra ordinary crime) tetapi sudah menjadi crime against humanity (kejahatan kemanusiaan) yang sangat membahayakan.
Korupsi berasal dari bahasa latin “corruptio” yang artinya kerusakan atau kebobrokan”.
Korupsi adalah perbuatan mengambil uang negara yang dilakukan tanpa kekerasan seperti pencurian.
Korupsi tidak lagi dilakukan secara individual-tradisional tapi komunal profesional dari penentuan proyek hingga penyusunan anggaran. Penyebab utama korupsi adalah nafsu hidup mewah dan memenuhi belanja kemewahan, mereka terpikat dengan urusan korupsi.
B. Sejarah Perundang-undangan Tindak Pidana Korupsi
Peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Peraturan Penguasa Militer Nomor Prt/PM/06/1957 tanggal 9 April 1957 tentang Pemberantasan Korupsi yang mengambilalih ketentuan pasal-pasal dalam KUHP terkait dengan perubahan-perubahan korupsi yang terdapat dalam Wetbek van Strafrecht.
2. Peraturan Penguasa Militer Nomor Prt/PM/08/1957 tanggal 27 Mei 1957 tentang Pemilikan Harta Benda sebagai pelengkap peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi yang sudah ada sebelumnya.
3. Peraturan Penguasaan Militer Nomor Prt/011/1957 tanggal 1 Juli 1957 tentang Penyitaan dan Perampasan Harta Benda yang Asal Mulanya diperoleh dengan Perbuatan yang Melawan Hukum.
4. Peraturan Penguasaan Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Prt/Peperpu/013/1958 tanggal 1s6 April 1958 dan peraturan pelaksanaannya serta Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Prt/ZI/1/7 tanggal 17 April 1958.
5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi yang mengambilalih Peraturan Perang Pusat tanggal 9 Juli 1960.
6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.
7. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
8. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk menggantikan undang-undang sebelumnya.
9. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
10. Konsep RUU-UUPTPK 2008 untuk menggantikan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Peraturan perundang-undangan tindak pidana korupsi dan Undang-undang Korupsi yang ada sejak Orde Lama sampai Orde Reformasi sekarang merupakan perubahan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan sebelumnya yang sumber utamanya adalah KUHP. Sedangkan Konsep RUU-PTPK Tahun 2008 telah mengalami perluasan sesuai perkembangan internasional, yaitu konvensi Internasinal seperti Konvensi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) Antikorupsi 2003 (United Natins Convention Againts Coruption 2003), dimana korupsi dapat merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, etika dan keadilan.
C. Penanganan Tindak Pidana Korupsi
Pertama, jalur kepolisian, di mana kepolisian hanya terbatas pada tingkat penyelidikan dan penyidikan. Apabila penyidikan sudah dianggap selesai dan dibuat BAP disertai bukti-bukti yang sah serta menurut penilaian Jaksa Penuntut Umum (JPU) berkas perkara sudah dianggap lengkap, pihak kepolisian melimpahkan berkas perkara kepada JPU dan JPU melimpahkan ke pengadilan untuk diperiksa dan diputus.
Kedua, jalur kejaksaan, yaitu sebagai penyidik dan penuntut umum.
Ketiga, jalur KPK, dimana KPK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari pengaruh pihak mana pun yang mempunyai fungsi penyelidikan, penyidikan serta penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Dalam hal KPK menerima laporan masyarakat tntang adanya dugaan tindak pidana korupsi, baik pada institusi pemerintah atau swasta komisi ini mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
1. Penyelidikan dan Penyidikan
Penyelidikan perkara tindak pidana korupsi dilakukan selain adanya laporan atau pengaduan diikuti dengan informasi awal yang diperoleh dari Menteri, Irjen, Bawasda, Itwilprop, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Aparat Inteljen.
2. Penuntutan dan Pemeriksaan Sidang Pengadilan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ini merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum dan pengadilan satu-satunya yang memiliki kewenangan mengadili perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya dilakukan oleh penuntut umum.
Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) telah mengatur kedudukan dan tempat kedudukan serta kewenangan Pengadilan Tipikor.
Dalam BAB VI undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor diatur Hukum Acara Bagian Kesatu Umum, Penetapan hari sidang dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan sebagai berikut : Pasal 25, Pasal 27, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32.
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, maka perkara tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau yang sedang diperiksa pada setiap tingkat pemeriksaan, tetap diperiksa dan diadili sampai perkara tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa oleh pengadilan negeri atau sedang diperiksa pada setiap tingkat pemeriksaan, tetap diperiksa dan diadili sampai perkara tindak pidana korupsi tersebut diputus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
No comments:
Post a Comment